Heart broken shouts


Akhirnya menemukan keberanian untuk kembali menulis di sini lagi setelah berlarut-larut dalam kesedihan yang panjang. Siapa yang mengira bahwa saya bisa sebegitu cengengnya, menangis setiap pagi, kemudian kehilangan nafsu makan, dan terus begitu selama dua minggu?

Saya sendiri tak menyangka, saya bisa seperti orang-orang yang selama ini saya ejek, “move on dong,,susah amat sih lupain kenangan masa lalu”.

Sepertinya memang, Tuhan ingin saya menjadi orang yang pengertian, dengan menambahkan pengalaman patah hati seperti ini. Patah hati yang seharusnya mungkin dilalui semasa SMA. Tapi saya telat mengalaminya. Tuhan ingin saya lebih bijaksana, menanggapi masalah hati dengan logis. Tuhan tak menunggu persetujuan saya ketika memutuskan sesuatu, bukti bahwa saya –sangat-tidak-capable- untuk tahu apa yang terbaik untuk saya. Hanya Allah yang tahu, Yang Maha Benar.

Setiap orang memang begini kan? Menemui fase-fase hidup yang tidak mengenakan. Sekilas, ini fase yang sangat mainstream. Patah hati. Ohh bahkan Meggy Z. sudah dari dulu menyanyikan lagu bahwa lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Tapi saya, baru, baru merasakan sepatah hati itu. Sebelumnya, saya selalu berpikir bahwa, lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. But now, I’m with you Meggy Z.

Saya tidak mau sok sok bijak, mengatakan bahwa ini pasti berlalu, atau inilah yang terbaik. Apapun itu, tidak akan cocok di telinga perempuan yang sedang patah hati ini.

Yang saya tahu, saat ini, saya sedang mengumpulkan kekuatan untuk berpikir logis. Bahwa hati memang tak selamanya harus menjadi juri. Bahwa kita, harus melalui berbagai fase pendewasaan. Bahwa aku mungkin harus merasa patah hati, entah karena apa alasannya. Alasan yang, hanya Tuhan yang tahu.


The Beatles - Hello Goodbye

Share:

1 komentar