5 Hal yang Dipelajari Setelah 5 Tahun Bekerja


Tak terasa usia bekerja sudah menginjak tahun ke-5. Well, kerasa nggak kerasa sih sebenarnya, karena tergantung pada kondisi pekerjaan, suasana kantor, juga gaji ya?

Menghabiskan waktu lima tahun bekerja untuk perusahaan ternyata memberikan lebih dari sekedar gaji. Ada banyak, banyaaaaak banget hal baru dipelajari di lapangan kerja dan tidak dipelajari sama sekali di bangku sekolah.

Lima tahun bekerja di beberapa perusahaan berbeda juga memberikan pengalaman yang luar biasa. Dari perusahaan media kecil hingga media online terbesar di Indonesia, dari perusahaan start up sampai perusahaan yang usianya sudah 20 tahun. Meski dalam perjalanannya penuh drama, tapi saya benar-benar bersyukur dapat belajar banyak dari pengalaman ini.

Nah, kali ini saya mau berbagi hasil renungan dan pergalauan saya di dunia kerja. Kalau disimpan sendiri mungkin manfaatnya cuma untuk diri sendiri, kalau ditulis siapa tahu bisa menyemangati teman-teman di luar sana.

Saya bukan expert, bukan konsultan karir, belum jadi bos, belum punya jabatan penting, belum sukses membesarkan usaha sendiri, tapi pembelajaran terkadang tak selalu dari seseorang yang sukses kan? Mungkin dari kegagalan saya, dari keputusan saya yang salah, di situlah saya bisa memberikan nilai, lebih bijak, dan lebih bersyukur.

So ya, berikut saya jelaskan secara pointer ya.

1. Mencintai apa yang dikerjaan, lebih penting dari mencintai perusahaan

Kok? Ada teman saya yang bekerja dan mencintai perusahaannya selama 5 tahun. Tapi, dengan mudahnya perusahaan itu 'menggeser' dia ke anak perusahaannya yang lain, tanpa pertimbangan apapun. Padahal dia sudah memberikan banyak hal untuk perasaan itu, dan perusahaan baru tempatnya dipindahkan itu memiliki bidang yang beda dengan potensinya.

Perusahaan itu bukan manusia. Dia itu bisnis yang hidup dari untung dan rugi. Tidak usahlah baperan dalam bekerja. Ada kalanya usaha kita yang berat tak dihargai, itu wajar. Yang penting adalah kita menyukai dan puas dengan apa yang kita kerjakan.

Baca juga: #Blogger101: Jadi Blogger Harus Narsis (?) 

Saya pernah mencoba bekerja di perusahaan yang sehat. Gajinya oke, manajemennya rapi, tapi sayang, saya tidak menyukai pekerjaannya.

Bagi saya itu jadi sesuatu yang membunuh saya pelan-pelan. Tidur tidak tenang, berangkat ke kantor tidak senang. Bekerja dengan hati itu lebih penting dari apapun tunjangan yang ditawarkan.

2. Bekerja di kantor kecil bisa saja membuatmu lebih pintar dari bekerja di kantor besar

Saya hidup di zaman orang tua menasihati anaknya untuk 'bekerja di perusahaan bonafit'. Bekerja di kantor besar merupakan gengsi tersendiri untuk keluarga. Pertanyaan "Kerja di mana?" itu bisa jadi momok terbesar dalam hidup seseorang.

Tapi ternyata, harus saya akui bahwa bekerja di start up itu sebenarnya membuat kita belajar lebih banyak hal dibandingkan bekerja di perusahaan yang sudah established. (Labih capek juga sih).

Kantor start up memberikan kita pekerjaan multifungsi. Karena karyawannya masih sedikit, kita dipaksa untuk bisa menjadi bantalan untuk berbagai pekerjaan. Awalnya mungkin sebal, capek, tapi untuk generasi muda yang butuh pengalaman, ini kesempatan baik.

Saya tidak menyesal mengawali karir saya di perusahaan start up. Saya tidak menyesal pernah mengerjakan banyak hal di luar job desk saya. Karena di titik ini saya tahu, saya dibekali banyak keterampilan karena pengalaman itu.

Baca juga: Hijab Review: Hijab Voal 245 ribu VS 45 ribu 

3. Don't be a drama queen and don't let the drama queen disturbs you.

Setiap perusahaan itu akan menyajikan dramanya masing-masing. Nggak ada satupun perusahaan yang kayak jalan tol. Juga, akan selalu ada orang-orang yang drama atau membuat kamu merasa terjebak dalam drama.

Nggak usah ikut campur.

Bekerja saja semampu kamu. Jangan mudah tersulut emosi, atau malah menyulut emosi orang lain. Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini, apalagi bos. Jika bos selalu benar, yakinlah bahwa sebenarnya justru tak ada bos yang sempurna.

4. Sabar

Satu kata sejuta makna ya? Saya pernah tidak kuat melewati masa probation saya. Ada beberapa pemikiran yang mengganggu hingga membuat saya benar-benar ingin segera melarikan diri dari perusahaan itu. Padahal, kuncinya cuma satu: sabar.

Setelah melewati 3 bulan, 6 bulan, pasti ada jawaban dari kesabaran yang kita usahakan. Kembali ke poin sebelumnya: tak usah baper. Bagi saya, ada beberapa masalah di dunia ini yang tidak bisa diselesaikan dengan uang ataupun kekuasaan. Masalah itu hanya bisa terobati oleh waktu.

Itu berlaku di dunia karir saya. Betapa nilai sabar ini memberikan reward yang luar biasa. Baik sabar menghadapi orang lain, sabar menghadapi pekerjaan, atau sabar menghadapi kebijakan perusahaan.

5. Perhitungan gaji dan rezeki itu berbeda

Ini sebenarnya pesan mama saya sebelum beliau meninggal. Perhitungan gaji dan rezeki itu berbeda. "Rezeki itu tidak bisa dihitung oleh ilmu matematika apapun," kata mama.

Bener sih, meski gaji besar bukan berarti rezeki kita besar. Gaji kecil juga bukan berarti rezeki kita kecil. Ada kalanya gaji besar tapi hidup terasa kekurangan. Gaji kecil, tapi kok rasanya cukup-cukup saja.

Bagi saya, gaji besar itu penting. Tapi semakin besar gaji, semakin besar kita harus membersihkannya dengan zakat. Biar hidup terasa lebih longgar dan tenang. (Kok jadi ceramah sih mamah dedeh).

Selalu pengen sih naik gaji. Tapi ya jangan sampai gaji membuat kita lupa bahwa pekerjaan yang membuat kita lebih pintar itu juga rezeki, teman yang baik dan menyenangkan di kantor juga rezeki, berkenalan dengan orang-orang baru juga rezeki, dan waktu luang juga rezeki.

Demikian sesi renungan sok bijak dari saya. Semoga bisa diambil manfaatnya. Nggak ada sama sekali niat untuk sok tahu, ini hanya #Selftalk agar saya bisa lebih mensyukuri hidup saya saat ini.




Share:

3 komentar