Tentang Tren Scarf Motif yang Dijual 200 Ribuan, Worth It Nggak Sih?
Hai, baru bisa nulis lagi setelah Ramadan usai. Seperti biasa, tren hijab jadi sorotan saya terlebih saat memasuki Hari Raya. Dari beberapa obrolan saya dengan desainer busana muslim, tren yang bergema masih seputar digital printing baik yang dipakai sebagai scarf maupun busana.
Awalnya, saya tidak terlalu yakin mau ikut-ikutan tren ini. Terlebih karena harga hijab motif yang tidak murah, sekitar Rp 200 ribuan. Awal tahun 2010-an, tak terpikir oleh saya untuk berani berjualan dan membeli kerudung segi empat motif dengan harga segitu.
Sekarang, harga printed scarf memang berkisar di situ, bahkan banyak yang lebih mahal. Bukan karena sang penjual ingin mencari untung semata, tapi ongkos print memang semahal itu. Namanya juga print motif eksklusif, nggak bisa disamakan dengan kerudung bermotif yang di-print dalam partai besar.
Tapi, sebenarnya worth it nggak sih? Balik lagi ke kebutuhan. Jika kamu kepincut sama salah satu printed scarf yang dijual di pasaran, ada beberapa hal yang perlu kamu pertimbangkan.
1. Eksklusifitas
![]() |
Koleksi @pelangiasmara |
Scarf motif yang dijual di atas Rp 200 ribu (atau lebih murah dikit), itu biasanya sang pemilik mencetak motif buatan sendiri. Untuk itu, scarf ini punya nilai lebih karena jumlahnya tidak sebanyak scarf yang dijual di Tanah Abang.
Dari beberapa sumber, scarf dengan printed pattern eksklusif yang paling laku di pasaran (biasanya punya lokal brand atau besutan desainer) itu paling banyak dicetak sekitar 10 ribu helai.
Sedangkan, kalau kamu beli scarf motif di Tanah Abang yang harganya Rp 20 ribuan (which is bedanya 10 kali lipat), mereka bisa mencetak motif itu lebih dari 10 ribu helai. Bisa ratusan ribu atau lebih, karena dalam satu hari saja, satu toko di Thamrin City bisa menjual 1000 helai kerudung.
Jadi, kalau mementingkan eksklusifitas atau ingin memakai karya yang nilai seninya lebih dalam, memakai hijab dengan harga di atas Rp 200 ribu itu wajar. Tapi, jika kamu merasa ‘yauda sih sama aja, yang murah juga motifnya bagus’, yowis beli di Tanah Abang juga sudah banyak kok yang enak dipakai.
2. Kualitas Bahan
![]() |
Koleksi @tropisid |
Kali ini yang akan saya bahas hanya bahan voile yang sedang hits dipakai di mana-mana. Nah, banyak yang menyebut voile itu salah satu jenis katun. Tapi, yang dijual di pasaran rata-rata bukan katun voile, tapi voile polyester.
Setiap scarf yang disebut voile oleh pedagang, belum tentu 100% katun. Metode printing yang dipakai juga bukan digital printing tapi sublime. Apa itu sublime? Prosesnya memang printing dari komputer, tapi bukan langsung ke kain melainkan ke kertas lebih dulu.
Lalu, kertas bertinta itu ditransfer ke kain dengan proses pelekatan dengan suhu tertentu. Itulah yang dinamakan sublime. Teknik sublime seperti ini sulit digunakan ke kain katun, karena warnanya susah menempel.
Lalu, kertas bertinta itu ditransfer ke kain dengan proses pelekatan dengan suhu tertentu. Itulah yang dinamakan sublime. Teknik sublime seperti ini sulit digunakan ke kain katun, karena warnanya susah menempel.
Ada juga yang menggunakan digital printing, langsung printing di atas kain. Tapi memang masih jarang banget di Indonesia. Karena harga mesinnya mahal banget.
Tapi, meskipun memakai voile polyster, bukan berarti nggak nyaman dipakai. Bahan polyester membuat kerudung tidak gampang lecek. Suka kerudung yang mudah dibentuk dan tegak di dahi? Berarti kamu akan lebih nyaman memakai hijab polyster daripada katun asli.
Tapi, meskipun memakai voile polyster, bukan berarti nggak nyaman dipakai. Bahan polyester membuat kerudung tidak gampang lecek. Suka kerudung yang mudah dibentuk dan tegak di dahi? Berarti kamu akan lebih nyaman memakai hijab polyster daripada katun asli.
Kelebihan scarf motif organik itu super adem dipakai. Menggunakan serat dari alam, hijab motif organik memang memiliki kualitas bahan yang ringan. Kekurangannya? Menurut saya hijab organik termasuk cepat lecek dan banyak juga yang terasa sangat kaku.
Kalau pakai kain polyster, harganya kok bisa beda-beda? Tentu. Beda pabrik, beda kualitas polyester. Menurut desainer bu Irna Mutiara, biasanya pabrik yang membuat inovasi kain tersebut lebih dulu akan membuat kualitas voile sebaik mungkin hingga sering disebut 'premium'. Nah, biasanya yang ikut-ikutan trend tersebut akan membuat kain yang sama dengan kualitas yang diturunkan agar lebih murah.
3. Hasil Jahitan
Nah, kalau yang satu ini agak menarik. Belum tentu yang mahal kualitas jahitannya bagus! Aslik. Untuk beberapa brand lokal yang menjual scarf dengan motif eksklusif, tak semuanya memiliki kualitas jahit yang bagus. Biasanya ini berlaku untuk brand yang baru lahir dan masih kecil-kecilan.
Bahan bagus, motif keren, tapi kualitas jahit masih kurang. Wajar, karena menemukan penjahit yang bagus juga masih untung-untungan.
Sebaliknya, ada banyak hijab motif murah di Tanah Abang yang kualitas jahitannya sudah bagus. Wajar juga, karena mereka dikerjakan secara massal di pabrik, sudah bukan ke penjahit ‘ala carte’ lagi.
Jadi, kalau mau benar-benar memastikan kualitas jahitan memang sebaiknya mengecek langsung. Online shop tidak memberi informasi sedetail itu. Tapi sebenarnya bisa dilihat dari fotonya. Ada banyak hijab motif yang terlihat ‘keriting’ di bagian tepinya karena teknik menjahit yang kurang tepat.
Dari tiga poin itu, kita sudah bisa memilah penting tidaknya membeli scarf motif dengan harga di atas Rp 200 ribu. Mau yang desainnya eksklusif? Kualitas bahannya bagus? Jahitan rapi? Ya beli yang mahal. Mau yang desainnya bagus nggak usah eksklusif, bahan yang penting nggak bikin budeg, jahitan yang standar saja, mending berburu hijab motif di Thamrin City dan toko-toko kerudung di pasar.
Semua bergantung pada kebutuhan dan tentu saja budget!
Tags:
Fashion
0 komentar