Tambah Usia: Lebih Dewasa Menghadapi Sosial Media
Say hello to my new age. Amost 30! Gilak sih, nggak nyangka bisa mencapai angka 29 secepat ini. Di sisi lain sangat amat bersyukur bisa mencapai usia ini dalam keadaan sehat, dikelilingi orang-orang terkasih, dan menjalani pekerjaan sesuai passion. Karena menurutku, hidup itu bener-bener masalah sudut pandang. Bisa jadi aku merasa sendiri, belum menikah, belum punya rumah, mobil, etc, bisa jadi justru aku merasa cukup dengan semua yang aku miliki sekarang.
Tepat beberapa bulan sebelum aku ulang tahun, Instagram-ku di-hack. Padahal gue bukan selebgram yach, followers 3 ribuan bukan kaya artis-artis Instagram hits itu. Tapi kesialan memang kadang tak pandang bulu. Menghilanglah salah satu ladang rezekiku. Yang mana, IG adalah salah satu tempatku berjualan segala macam brand.
Ya, ada istilah bernama Micro Buzzer. Di era sekarang, istilah itu diperuntukkan untuk influencer remah-remah sepertiku. Salah satu teori menyebutkan, micro buzzer lebih dipercaya, karena terlihat jujur ketika membicarakan suatu produk. Tak heran, kalau dengan bermodalkan 3 ribu followers dan feeds IG menarik, ada satu dua brand setiap bulan yang memberiku upah untuk me-review produknya.
Ketika Instagram di-hack, sedih nggak? Wagilasih. Ya sedihlah. Apalagi saat itu lagi ada kontrak sama salah satu market place terbesar di Indonesia (yg warnanya ijo itu tuh). Tapi bener-bener nggak ada yang bisa nolong. Bye pokoknya.
Awalnya sedih, bingung, lama-lama yaudahlah mau gimana lagi. We have to move on. Akhirnya bikin akun Instagram baru, memulai kehidupan baru rasanya. Saat itu, bener-bener pilih-pilih untuk follow orang. 85% following saya adalah teman-teman saja.
Mem-follow sedikit buzzer, kecuali yang memang aku suka kontennya atau keperluan pekerjaan saja. Setelah itu pula, aku cukup jarang posting sesuatu. Patah hati itu masih ada sih. Lagi pula beberapa waktu terakhir, lagi sibuk ngebesarin beberapa sosmed brand klien.
Tapi, ternyata, memang segala sesuatu ada hikmahnya. Aku - baru - menyadari - tepat - di hari - ulang tahunku ini. Kok beberapa waktu terakhir aku sangat-sangat jarang stres ya? Ya memang sih, aku bukan tipe yang gampang stres juga (kecuali pas harus operasi timpanoplasty kemarin! Will tell you more later).
Tepatnya saat video Awakrin yang ‘I Quit Instagram’ tayang, dan kemudian banyak dibicarakan oleh para influenzah. Bahwa ada banyak orang yang kebahagiaannya berpatok pada engagement di Instagram. Seneng kalau banyak likes, pusing kalau nggak ada yang komentar.
Dulu, waktu masih mempromosikan brand-brand, engagement buatku penting. Itu kaya jadi harga jual kita. Aku pernah merasa seperti itu: kebahagiaan diukur dari engagement.
Tapi sekarang? Dengan followers nggak sampai 500, posting foto sesekali aja, nggak mikir harus banyak yang like, i live happier than ever.
Selain itu, masih kata Awkarin, sosmed dianggap toxic karena kita dihadapkan pada kehidupan mewah orang-orang. Iri hati pun hadir datang dan pergi. Ngeliat orang mencapai ini itu, terbang ke sini ke situ, dengki pun melanda.
Dulu, iya dulu, waktu masih concern sama akun Instagram sendiri, aku pernah merasakan hal itu. Tapi aku baru sadar kalau sekarang, aku hampir nggak pernah merasakan itu lagi. Tepatnya, saat aku lebih konsen menjadi ‘subjek’ bukan ‘objek’ di Instagram.
Beberapa waktu terakhir, aku lebih sering log in akun klien. Sesekali aja liat akun sendiri, kalau memang pengen tahu kabar temen-temen atau influencer yang inspiratif. Selebihnya fokus di mengembangkan brand, atau nyari materi artikel.
Aku merasa lebih senang menjadi produser, bukan lagi aktor yang tampil di layar kaca apalagi penonton di rumah. Dengan tahu apa itu gimmick, strategi digital marketing, etc etc, aku jadi lebih menganggap sosmed itu sebagai alat untuk mencapai sesuatu, bukan lagi aku yang diperalat perasaannya oleh sosmed.
Aku pikir ini jadi bagian pendewasaan kaum Millenials, yang nggak dihadapi ibu-ibu di masa lampau. Dewasa itu bukan soal usia (meski iya, udah lebih tua sekarang), tapi mengelola emosi dalam menghadapi perkembangan zaman. Aku bahagia merasa tidak mudah ‘diganggu’ hatinya hanya karena media sosial. Karena panggung sandiwara di era ini sudah berubah jadi sosial media, jadi tetap tenang, tak semua yang kamu lihat di sana itu nyata adanya.
Tags:
Mind of Mine
0 komentar