5 Things You Wouldn’t Find in My Wedding



Cukup bingung memilah apa yang mesti diceritakan tentang pernikahan ini, khususnya dalam perayaan pernikahan atau resepsinya. Sebenarnya agak kompleks, tapi kayaknya setiap pernikahan emang kompleks ya masalahnya? 

Namun, jika boleh dibandingkan dengan tren pernikahan yang ada, ada beberapa hal yang mungkin tidak akan kamu temukan di pernikahan kami. Niat utamanya sebenarnya cuma satu: yaitu menyederhanakan prosesnya.



Punya pernikahan privat, di mana tamu yang hadir hanya orang terdekat tentunya menjadi impian banyak orang, termasuk aku dan Rey. Tapi kala itu, impian tersebut agak sulit mengingat kami berdua berasal dari keluarga besar. Mengumpulkan seluruh keluarga saja bisa mencapai 500 orang.

Jadi, mengurangi jumlah tamu agak sulit. Toh, kami juga berpikir bahwa resepsi pernikahan ini adalah ajang silaturahmi. Kami senang bisa mengumpulkan orang-orang yang kami cintai, di satu tempat untuk sekedar menyapa dan makan-makan tentunya.

Dengan skala tamu yang besar, bukan berarti kita tidak bisa menyederhanakan acara. Setidaknya ada lima tren yang tidak kami ikuti, yang mungkin bisa jadi ide untukmu yang punya keinginan yang sama.

1. Tidak Ada Foto Pre-Wedding



Foto yang paling memorable tentunya foto akad nikah ya? Terima kasih Kang Ridwan Kamil sudah bersaksi di pernikahan kami!


Ini adalah keputusan lama aku dan Rey. Kami sepakat untuk tidak melakukan foto maupun video prewedding, simply karena menurut kami itu bukan sesuatu yang prinsip. Foto pernikahan kami, foto akad – foto sungkeman, menurut aku dan Rey akan lebih menyenangkan untuk dipajang.

Budget foto pre-wedding juga cukup besar. Meski punya beberapa sahabat yang bekerja sebagai fotografer, tetep nggak enak rasanya meminta harga teman. Bukankah sebagai teman kita justru harus membayar sesuai profesionalitas mereka ya?

Selain itu, aku berasal dari keluarga pesantren. Berfoto berdua dengan pasangan non muhrim lalu memajangnya besar-besar di dinding gedung pernikahan, hhmm serasa tidak etis.  Jadi, keputusan kami bulat untuk tidak melakukan foto prewed.

Jikalau kami ingin foto berdua, nanti saja setelah menikah – pikirku. Toh, gaun pernikahan + jas kami bawa pulang, jadi bisa foto dengan kostum tersebut kapan saja :)

2. Tidak Ada Jeda untuk Pengantin Ganti Baju



Senang sekali rasanya mewujudkan impian memakai busana pengantin yang simple dan everlasting, baik aku maupun Rey.

Pernah menghadiri sebuah pernikahan, terus pengantinnya tidak ada karena sedang berganti baju? Pengalaman itu mungkin tidak dialami para tamu di pernikahan kami. Aku dan Rey hanya punya satu busana pernikahan, and we’re so happy with that.

Keputusan lainnya adalah membuat atau membeli baju pernikahan sendiri, satu saja, tanpa menyewa. Kami rasa, satu baju cukup kok untuk seharian. Lebih hemat waktu, lebih hemat budget.

Aku memesan gaun pernikahan ke teh Rika, teman dan sahabat yang sudah cukup lama kami kenal. Sstt, harganya bahkan lebih affordable dibandingkan menyewa baju di sanggar. Bonusnya, kita bisa membawa pulang baju tersebut dan menjadikannya sebagai kenang-kenangan.

Rey membeli satu set jas di Zara, iya di Zara. Kami hunting ke berbagai tempat, dan akhirnya menemukan warna dan ukuran pas di sana. Kenapa membeli? Karena ternyata harganya bisa lebih murah dibandingkan menjahit jas sendiri. Bonusnya, kita nggak ribet ngukur baju dan bisa membeli di waktu yang sangat mepet. (Ya, Rey baru beli jas di H-3 minggu pernikahan).

Ps. Tidak ada crown atau mahkota. Lebih simple, lebih baik.

3. Jahit Seragam Bridesmaids? No, Thank You.

Ini adalah paket scarf dan undangan yang aku buat sendiri untuk sahabat terdekat.


Tren lain di masa ini adalah bagi-bagi kain bridesmaid. Calon manten akan datang membawa paket bridesmaid yang terdiri dari kain, aksesori, tak lupa dengan gambar desain gaunnya. Kemudian calon manten pun dihibur dengan bridal shower dengan ragam tema.

Tahukah kamu berapa biaya untuk mewujudkan acara tersebut? Cukuplah untuk nambah satu stall makanan di resepsi, lol.

Lagi-lagi aku merasa, itu bukan sesuatu yang prinsip untuk dihadirkan dalam sebuah pernikahan. Aku pun mengambil keputusan untuk tidak memberikan kain untuk teman-teman terdekat. Membayangkan mereka harus menjahit baju, mengeluarkan uang, tenaga, hhmm rasa-rasanya nggak tega. Apalagi banyak temanku yang sudah punya anak. Ribet mak!






Sahabat dekat yang melawan kemacetan jauh-jauh ke Subang buat menghadiri acara pernikahanku. Thank you genggss!


Akhirnya, aku memilih untuk memberikan scarf dengan pattern buatan sahabatku Sarah. Nanti, mereka bebas memadupadankan baju yang ada dengan warna di scarf tersebut. Janjian untuk bertemu beberapa orang terdekat, secara terpisah, untuk mengobrol intimate, curhat, sambil memberikan kartu undangan dan scarf tersebut. Rasanya lebih private, lebih intim.

Well, ada juga beberapa sahabat yang aku hadiahi atasan putih. Dengan pemikiran, atasan putih sangat mudah dipadupadankan dan bisa dipakai di luar acara pernikahan ini. Lebih bermanfaat, lebih praktis.


4. Tidak Pakai Jasa Wedding Organizer





Kehadiran wedding organizer di pernikahan era ini sudah sangat umum. Tim pengelola acara ini akan membantu pengantin dari mulai mencari vendor hingga teknis acara hari H. Keputusan kami untuk tidak memakai WO ya simple karena aku punya keluarga besar yang siap membantu dari A sampai Z.

Dibilang keputusan yang tepat, enggak juga sih. Memang ternyata agak ribet mengurus pernikahan di hari H. Enaknya pakai WO, keluarga udah nggak harus ngurus ini itu, jadi tinggal duduk manis. Mungkin, ketika ada WO, koordinasi jadi lebih tertata (tapi ya tergantung WO-nya juga).

Tapi disesali juga enggak. Keputusan tidak memakai WO adalah yang terbaik, karena ternyata Alhamdulillah acara lancar meski tak sempurna. Begitupun dengan tidak adanya sanggar rias pengantin khusus.

5. Tidak Menggunakan Jasa Sanggar Wedding

Biasanya pengantin menyewa langsung pakaian, aksesori, sampai make up dari sanggar tertentu. Memang sekali beres, tapi nggak murah juga. Lagi-lagi keluargaku melakukan DIY, semua dilakukan sendiri. Jahit baju sendiri, dandan juga banyak yang sendiri.

Beruntungnya aku punya teman MUA handal, (Thank you Hanani!) yang mau jauh-jauh berangkat dari Jakarta ke Subang buat aku. Beruntungnya juga ibu mertuaku yang jago banget make up, jadi dia dandan sendiri hari itu, keren ya?




Sementara itu, kakak-kakaku memanggil beberapa MUA lokal juga ke rumah. Cuma ngerias aja, tanpa ada hijab styling. Karena memang hijabnya super duper simple. Karena mereka bertugas jadi panitia juga, gaya hijabnya pun harus yang ringkes.

It’s not a perfect wedding, tapi aku dan Rey bahagia dengan segala yang ada. Keluarga yang terlihat menikmati acara, sahabat yang jauh-jauh datang menerjang kemacetan, dan doa yang tak henti mengalir dari kerabat yang tak bisa hadir. Segalanya lebih dari cukup.


Seragam keluarga intiku. Yang pilih kain sampai desain kakakku sendiri, semuanya sesuai konsep yang aku impikan, alhamdulillah.


Well, adakah yang perlu aku share lebih jauh tentang ini? Please let me know ya!

Share:

0 komentar