Isolation Creation, Cerita #dirumahaja Versi Silmia


Sebenarnya aku sangat jarang mengupas hal-hal pribadi di blog. Tapi, beberapa waktu (terakhir, saat baca blog orang ), kok seneng ya rasanya baca keseharian mereka. Justru loyal reader hadir ketika merasa punya keterikatan secara personal, lewat konten keseharian yang dibagikan secara cuma-cuma oleh para blogger. Hal-hal yang mungkin kita anggap sepele, bisa jadi bermanfaat untuk orang lain.

Terlebih lagi, saat Orin, sahabat sekaligus emak emak indie favoritku lagi bikin konten dengan hashtag #blogdirumahaja. Rasanya mengembalikan semangat untuk blogging seperti pada eranya. Ketika blogger ya blogger, nggak cuma nulis karena ada tuntutan iklan semata.

So ya, here we go. Kali ini aku mau berbagi cerita selama working from home (WFH). Meski terbilang tidak terlalu sigap, kantorku akhirnya memberikan aturan WFH kurang lebih tiga minggu lalu.

#Workingfromhome




Kantorku memang punya banyak alasan urgen untuk mengambil keputusan ini. Pertama, tempatnya di daerah Mega Kuningan di mana banyak kantor Kedutaan Besar di sana. Kedua, kami bekerja di coworking space yang juga banyak tamu bule. Ketiga, hampir semua pekerjaan di kantor bisa dibawa ke rumah. Keempat, bos kantorku orang Brazil yang cukup sering pulang pergi Singapura karena tinggal di sana.

Tapi, jangan senang dulu. Aturan kantor saat WFH terasa lebih ketat dibandingkan biasanya. Kita dibekali mandatory untuk update jam kerja di platform bernama Clockify. Setiap hari tetap harus 8 jam kerja, 1 jam makan siang. Terhitung oleh timer. Belum lagi agenda meeting setiap pagi yang wajib hukumnya untuk dihadiri. Terlambat datang, kita bisa dapat peringatan.

Jadi, kalau ada artikel tentang “Ide kegiatan yang bisa dilakukan selama #dirumahaja”, jujur – itu tidak berlaku untukku. Kegiatan di rumah sama persis seperti kegiatan tanpa pandemic Corona. Kerja kerja kerja, dari jam 9 pagi sampai jam 7 malam. Bahkan, ada beberapa projek yang mengharuskan aku stand by di akhir pekan.

Bedanya? Nggak ketemu temen-temen kantor L

Itu jujur bikin sedih, meski sebenarnya nyaman-nyaman aja di rumah. Tapi memang ketika kerja sendiri semua lebih fokus. Kerja memang lebih cepat beres, tapi cepet juga lelahnya. Karena mungkin nggak diselingi canda tawa, diskusi panjang mau makan apa, atau sekedar ngegibahin artis. Well, I miss you Editorial team.

#CookingAtHome





Perbedaan lainnya ada pada makanan. Sekarang aku jadi harus mempersiapkan makan siang dan makan malam di rumah. Jujur, itu cita-cita sejak lama. Jadi aku senang sekali melakukannya.

Rey, suamiku, bukan tipe yang neko-neko dalam sajian makanan. Tapi dia tahu apa yang dia mau. Dia bisa nyari foto makanan di Google, lalu nunjukin ke aku

“Mau ini ya”

oh wow, rasanya seperti di restoran bukan?

Tapi aku nurut dengan senang hati, selama dia nggak minta dimasakin rendang daging. Lagipula, Rey juga sukanya menu yang praktis. Jadi nggak masalah untuk menuruti keinginannya.

Well, makanan favoritnya aja nasi goreng. Alhamdulillah ya?

Jadi menu sehari-hari nggak jauh dari nasi goreng, ayam goreng, terong geprek, tahu isi, tumis taoge, sop ayam, oseng cumi, dan sayur bayam. Kalaupun mau masak yang agak spesial, tetap disimpan jadwalnya di akhir pekan, agar waktu lebih luang.

Seperti minggu lalu, kita memutuskan untuk masak nasi bakar cumi. Ini pertama kalinya aku bikin nasi bakar, dan ternyata rasanya oke punya. Kita juga pernah bikin sirloin steak yang rasanya lumayan (keasinan). Well, namanya juga pengantin baru, jadi ya seneng-seneng aja masak apapun.

Begitupun dengan minuman. Waktu masih kerja di kantor, jajan es kopi susu adalah sebuah kewajiban. Entah itu pagi-pagi atau sore-sore. Sekarang? Rey dengan sigap mengambil alih celah tersebut. Dia setuju untuk membuatkanku es kopi susu dibandingkan banyak jajan di luar.

Selain es kopi susu, aku juga mengeksplor minuman sendiri di rumah. Mulai dari resep es teh sereh yang lumayan banyak diikuti sama temen-temenku sampai rebusan jahe, kunyit, temulawak, semua deh yang sekiranya menekan keinginanku untuk minum yang manis-manis dan tetap menyehatkan.

Tapi kita nggak selalu masak kok. Ada kalanya pesen makanan di ojek online. Selain karena rindu jajan, kita juga harus bantu abang-abang ojol yang sekarang sepi orderan. Juga membantu para UMKM yang lagi galau mau tutup warungnya atau tetap jalan demi bisa bayar gaji karyawan.

#Humanity

Aku juga dapat bingkisan makanan dari Mba Kinan, berbagi di saat saat kaya gini jadi obat kangen :)

Ngomong-ngomong soal ini, jujur aku paling nggak bisa ngedenger cerita orang yang perekonomiannya ambruk gara-gara Corona. Ada supir taksi yang nangis-nangis karena anaknya di rumah kelaparan. Belum lagi cerita para pekerja yang kena PHK massal. Sakit hati ini.

Tapi, aku juga salut sama banyaknya program kemanusiaan yang digalang. Mulai dari penggalangan dana untuk bantuan tim medis, sembako untuk mereka yang membutuhkan, sampai gerakan untuk ngasih makanan lebih untuk driver ojol. Meski warga +62 kadang bikin kesel karena masih aja jalan-jalan dan berkerumun di tengah pandemic ini, ternyata masih banyak orang berhati mulia.

Salah satu program yang bikin aku merinding adalah program yang dibuat oleh @94neshaberbagi bekerja sama dengan @12erryanto.. Jadi, mereka memborong pedagang makanan keliling seperti tukang ketoprak, tukang bakso, dan tukang somay. Lalu para pedagang menggratiskan makanannya untuk orang orang yang membutuhkan.



Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Pertama, mereka membantu pedagang keliling yang kini sepi pembeli. Mereka juga menahan para pedagang untuk tidak berkeliling untuk pencegahan penyebaran corona. Terakhir, orang-orang yang masih bekerja di jalanan bisa makan gratis.

Terharu banget rasanya melihat aksi ini. Semoga siapapun yang berkontribusi mendapatkan balasan berlipat ganda dari Tuhan. Aamin.

Oke, cukup sampai di sini dulu cerita #blogdirumahaja versi Silmia. Anyway, ini bisa jadi berupa permulaan ya. Semoga lain kali bisa share sesuatu yang lebih berfaedah. Ciao!

Share:

1 komentar